Bacaan: 1 Samuel 2:22-30
Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus jemaat Allah? – 1 Timotius 3:5
Bagaimanakah jemaat memandang keluarga Pendetanya? Tak mudah bagi jemaat menerima kenyataan bahwa Pendeta dan keluarganya adalah juga manusia biasa, yang mungkin saja mengalami banyak permasalahan. Keluarga hamba Tuhan akan selalu menjadi tempat bercermin. Mereka akan selalu bertanya-tanya bagaimana pemimpin saya akan menuntun keluarganya kepada Kristus? Bagaimana anak-anak pendeta saya dalam gereja, melayani, atau di luar gereja? Dari mana uang untuk membiayai anak-anaknya? Jika umat Tuhan melihat cermin itu kotor, maka akan sangat sulit bagi mereka untuk dapat melihat kebenaran Firman Tuhan melaluinya.
Iman Eli menjadi sebuah contoh kegagalan seorang hamba Tuhan dalam mendidik keluarganya. Hofni dan Pinehas memang hidup dalam lingkungan religius dan turut ambil bagian dalam pelayanan. Namun perilaku mereka sangat tercela. Mereka korupsi korban persembahan, dan juga melakukan tindakan asusila dan menjadi gunjingan seluruh Israel. Allah ingin Eli mengambil tindakan tegas, namun sang ayah sangat sayang dengan anaknya sehingga tidak melakukannya. Maka Allah turun tangan atas seluruh keluarga Eli.
Tanggung jawab seorang hamba Tuhan sebenarnya sama saja dengan kepala keluarga lainnya. Memimpin dan mendidik seisi rumahnya dalam pengenalan dan takut akan Allah adalah tugas tanggung jawab kepala keluarga. Mendoakan keluarga adalah perang seorang kepala keluarga. Namun, lebih dari itu, jemaat yang ingin bercermin dari kehidupan pendetanya juga perlu mendoakan ketimbang menghakimi dan menggosipkan. Tidak perlu juga memperlakukan anak pendeta seolah statusnya lebih tinggi dari anak-anak sendiri. Bersikaplah dengan sewajarnya. Siapa yang menjadi pendeta, status itu yang perlu dipahami oleh jemaat, sehingga tidak membebani persyaratan yang memberatkan pada anak-anak pendeta. Pendeta pasti tahu posisinya dan perlu terus diingatkan dan didukung!
